Rabu, 11 April 2012

Mencintai Setegar Salman

Salman al Farisi, seorang sahabat Nabi Saw yang berasal dari Persia. Salman sengaja meninggalkan kampung halamannya untuk mencari cahaya kebenaran. Kegigihannya berbuah hidayah Allah Swt dan pertemuan dengan Nabi Muhammad Saw di kota Madinah. Beliau terkenal dengan kecerdikannya, dalam perang Khandaq beliau mengusulkan penggalian parit di sekeliling kota Madinah ketika kaum kafir Quraisy Mekkah datang menyerbu.

Sewajarnya seorang pemuda, dia juga ingin menikah. Seorang wanita Anshar yang dikenalnya sebagai wanita mukminah  dan shalihah telah menjadi pilihan hatinya. Tapi di sini bukanlah kampung halamannya, Madinah memiliki rasa bahasa dan adat yang belum begitu dikenalnya. Sebagai pendatang, melamar gadis pribumi tentu menjadi hal yang pelik, harus ada seorang yang akrab dengan tradisi Madinah berbicara untuknya dalam khithbah. Maka disampaikannyalah hajat hati itu kepada sahabat Anshar yang telah dipersaudarakan dengannya oleh Nabi Saw, Abu Darda’.

”Subhanallaah. . wal hamdulillaah. .”, penuh suka cita Abu Darda’ mendengarnya. Keduanya tersenyum bahagia dan berpelukan. Setelah segala sesuatunya disiapkan, beriringanlah kedua sahabat itu menuju sebuah rumah di penjuru tengah kota Madinah. Tempat kediaman dari seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa.
Dengan fasih Abu Darda’ berbicara dalam logat Bani Najjar yang paling murni, ”Saya adalah Abu Darda’, dan ini adalah saudara saya Salman seorang Persia. Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam, sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya.”, 
”Adalah kehormatan bagi kami”, ucap tuan rumah, ”menerima Anda berdua, sahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini bermenantukan seorang sahabat Rasulullah yang utama. Namun hak jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada putri kami.” Tuan rumah memberi isyarat ke arah hijab.
Abu Darda dan Salman menunggu dengan berdebar-debar. Hingga sang ibu muncul kembali setelah berbincang-bincang dengan putrinya.
”Maafkan kami atas keterusterangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata sang ibu yang bicara mewakili putrinya. ”Tetapi karena Anda berdua yang datang, maka dengan mengharap ridha Allah saya menjawab bahwa putri kami menolak pinangan Salman. Namun jika Abu Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka putri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan.”
Keterusterangan yang di luar perkiraan kedua sahabat tersebut. Ironis sekaligus indah. Sang putri lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya. Bayangkan sebuah perasaan, dimana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Bayangkan sebentuk malu yang membuncah  dan bertemu dengan gelombang kesadaran.
"Allahu Akbar!!" Seru Salman, "Semua mahar dan nafkah yang aku siapkan ini akan aku serahkan pada Abu Darda’, dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian!


[disadur dari Jalan Cinta Para Pejuang - Salim A. Fillah]
Betapa manisnya kemantapan iman seorang Salman. Beliau paham arti persahabatan sejati. Tak layak disebut sahabat jika tidak turut bergembira atas kebahagiaan saudaranya. Tak layak disebut sahabat jika merasa dengki atas nikmat yang diberikan kepada saudaranya. Tak ada yang lebih indah dari melihat dua insan yang saling mencintai karena Allah Swt.


“Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya.” [HR Bukhari]
Saudaraku, anda yang membaca ini. Betapa pun besarnya cinta kita kepada seseorang, bukan berarti kita harus memilikinya. Cinta tak harus memiliki, dan sejatinya kita memang tidak memiliki apapun di dunia ini. Sebelum khitbah diterima, sebelum ijab qabul diikrarkan, tidaklah cinta menghalalkan hubungan dua insan. Berbaik sangkalah kepada Allah Swt, bersabarlah, karena mungkin telah disiapkan seseorang yang lebih baik dari dirinya. Seseorang yang bisa jadi menjadi sarana kita dalam meraih pintu surga.
--zal, ketika suatu saat kau sadar bahwa dia yg kau pilih tidak memilihmu, bahagialah! ingat kau pernah menulis ini!--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar